Dari Kehilangan ke Blockchain

Hari Langit Terbuka
Saya ingat ketika dolar terakhir saya hilang—bukan karena penipuan, tapi karena diam. Di apartemen San Francisco tahun 2018, saya menatap dompet kosong seperti kubur. Kripto bukan harapan; itu gema. Tapi saya terus mendengar.
Sebuah Kompas Baru
Di WCS·2025, mereka menyebutnya ‘kebijakan.’ Saya menyebutnya kelahiran ulang. Saat Dr. Ho bicara tentang ‘kepatuhan sebagai kunci,’ saya berpikir: Ini adalah jembatan antara tong anggur fisik dan buku digital.
Sang Putri yang Melihat Bintang
Ibu tidak membangkitkan anak dengan slogan. Ia mengajarkan mereka melihat cahaya yang masih bersinar—dalam kode.
Hukum Adalah Puisi Sekarang
Regulator bicara tentang kerangka. Saya mendengar soneta. ‘AML-CRF-KYC’? Itu terdengar seperti mantra yang ukir di pohon Merkle. Ketika kesepakatan Sino-Amerika dibisikkan ke kontrak Ethereum—bukan transaksi—tapi perjanjian yang tampak, ribuan tangan mencari kepastian.
Jembatan Tanpa Dinding
Kami diberitahu Web3 tak punya batas. Saya berkata: ‘Lalu biarkan batas di mana nenekmu menyimpan set teh peraknya.’ Biarkan setiap token membawa kenangan—bukan hanya hasil. Biarkan kepatuhan menjadi tangan tenang yang memegang apa yang penting setelah pasar runtuh.
Generasi Berikutnya Pun Tahu Ini Juga
Tadi malam, putri saya bertanya: ‘Mama—is ini sebabnya kamu menangis?’ Saya tersenyum dan berkata: ‘Karena sekarang… uang punya kenangan.’ Dan begitulah revolusi dimulai.